pengendalian hayati: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi =========================================================== filosofi pengendalia

Pengendalian hayati: Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
===========================================================
Filosofi pengendalian alami dan hayati
Pada awalnya, manusia memahami bahwa setiap jenis organisme akan
mempunyai musuh alami yang secara alamiah akan mengendalikan populasi
organisme tersebut. Fakta ini kemudian diistilahkan oleh manusia,
pengendalian alami (Natural Control). Bagaimana dengan pengendalian
hayati? Samakah artinya?
Pengendalian hayati (Biological Control) sifatnya lebih dekat dengan
kepentingan manusia. Artinya, pengendalian organisme yang mengganggu
manusia dengan musuh alaminya disebut pengendalian hayati. Di dalam
definisi ini terkandung dua kata penting, yaitu hama dan manusia.
Artinya, jika organisme tersebut tidak “mengganggu” atau “merugikan”
manusia, maka setiap musuh alami yang menyerang dan makan padanya
tidak disebut sebagai agensia pengendali hayati, tetapi agensia
pengendali alami. Di dalam pengendalian hayati juga terjadi campur
tangan manusia, meliputi manipulasi jenis, keragaman, dan kemelimpahan
musuh alami yang cocok.
Sejarah pengendalian hayati
Sejarah pengendalian hayati hampir sama tuanya dengan upaya awal
manusia untuk bercocok tanam. Misalnya, pada tahun 300-an M tercatat
bangsa Cina sudah menggunakan semut rangrang (Oecophylla smaragdina)
untuk melindungi tanaman jeruk Mandarin dari hama. Di dunia Barat,
kesuksesan praktek pengendalian hayati dicapai pada akhir abad ke-19,
yaitu dengan kesuksesan kumbang Rodolia cardinalis menekan
perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi.
Selanjutnya, semenjak awal abad ke-20, upaya pengendalian hayati sudah
mulai memperhatikan sisi ekologis dan ekonomis dari agroekosistem.
Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu berhasil.
Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh
alami, sehingga kekuatan penekanan pada organisme pengganggu menjadi
berkurang. Penelitian terkini juga mengungkapkan kompleksitas hubungan
antar organisme, termasuk kompetisi antar jenis predator, yang dapat
mempengaruhi keberhasilan penekanan populasi organisme pengganggu oleh
musuh alami.

Rodolia cardinalis, pemangsa kutu Icerya purchasi
Bagaimana memanfaatkan musuh alami untuk mengendalikan organisme
pengganggu?
Pada aras teknis, muncul sebuah pertanyaan: Bagaimana memanfaatkan
musuh alami secara efektif?
Pemanfaatan organisme musuh alami dapat dilakukan dengan teknik
pemasukan (importasi) dari tempat lain (disebut pula introduksi),
konservasi (menjaga potensi musuh alami di satu wilayah), dan
augmentasi (penambahan jumlah individu musuh alami yang sudah ada di
satu wilayah). Teknik augmentasi dapat berupa inokulatif (menambahkan
sejumlah musuh alami), inundasi (menambahkan musuh alami dalam jumlah
sangat banyak untuk memperkuat tekanan terhadap organisme pengganggu),
atau suplemen, jika musuh alami benar-benar sangat rendah populasinya.
Untung-rugi pengendalian hayati
Definisi pengendalian hayati adalah pemanfaatan jenis musuh alami
tertentu untuk mengendalikan jenis organisme pengganggu tertentu.
Jenis musuh alami yang dipilih tersebut bisa berupa pemangsa
(predator), parasitoid, maupun patogen yang menyerang organisme
pengganggu. Beberapa ahli juga memasukkan pemanfaatan “pestisida” yang
tidak berbahaya bagi organisme berguna sampai penggunaan musuh alami,
termasuk patogen yang sering diformulasikan sebagai pestisida
(hayati).
Pengendalian hayati dianggap oleh banyak kalangan sebagai salah satu
komponen pengelolaan organisme pengganggu yang aman dan efektif. Namun
benarkah demikian?
Seperti disebutkan di atas, bahwa organisme musuh alami juga mempunyai
sifat bioekologi yang cukup rumit. Misalnya, kecenderungan organisme
karnivora untuk memangsa organisme karnivora yang lain, dibandingkan
dengan memangsa organisme herbivora, atau sifat polifaga dari
organisme musuh alami, atau bahkan kanibalisme. Sifat-sifat ini dalam
kondisi tertentu akan menurunkan tingkat kemempanannya selaku
organisme pengendali hayati.
Penelitian penulis pada hubungan antar jenis afidofaga (pemakan kutu
afid), yaitu kumbang koksi dan lalat syrphid, menjelaskan bahwa kedua
jenis afidofaga ini saling berkompetisi dan saling memangsa
(diistilahkan dengan Intraguild Predation atau pemangsaan di dalam
satu guild). Artinya, jika di dalam agroekosistem yang kita kelola
terdapat sekian banyak jenis organisme musuh alami, tidak secara
otomatis akan menjamin keberlangsungan pengendalian hayati karena
masing-masing jenis bisa jadi saling berkompetisi atau memangsa, dan
tidak berperan sebagai pemangsa pada organisme pengganggu yang
seharusnya dilakukannya.
Jika teknik introduksi digunakan untuk mengendalikan jenis organisme
pengganggu, terutama jenis baru yang belum mempunyai kompleks musuh
alami, maka harus didahului dengan kajian yang sangat teliti untuk
meminimalkan potensi kerusakan ekosistem oleh spesies invasif.
Bagaimana memutuskan untuk menggunakan musuh alami?
Sebenarnya, jika ekosistem pertanian cukup baik, maka kemungkinan
untuk memanfaatkan musuh alami cukup besar. Artinya, ekosistem yang
tidak “dipadati” oleh bahan-bahan kimia-sintetik semacam pestisida dan
pupuk memberikan lingkungan yang “nyaman” bagi musuh alami untuk
berkembang biak dan mencari pakan. Di dalam hal ini, dalam kondisi
populasi organisme pengganggu tidak cukup mengkuatirkan, maka
menyerahkan nasib mereka pada musuh alami adalah tindakan yang paling
masuk akal.
Namun, bagaimana jika populasi organisme pengganggu tiba-tiba meledak?
Apakah musuh alami bermanfaat? Dalam kondisi yang semacam itu, musuh
alami memang dianggap tidak efektif lagi. Jadi, upaya lain harus
dilakukan untuk menurunkan populasi organisme pengganggu.
Bagaimana dengan upaya augmentasi inundasi? Cukupkah untuk melawan
populasi organisme pengganggu yang menggila? Cara inipun dipandang
tidak cukup kuat, karena cara ini dilakukan hanya jika proses
penekanan oleh musuh alami sudah berjalan, namun belum cukup cepat.
Nah, fungsi augmentasi adalah menambah daya tekan musuh alami terhadap
organisme. Namun, jika sudah terlanjur terjadi ledakan, maka musuh
alami tidak akan mampu berperan banyak.
Mempersiapkan musuh alami
Pada upaya konservasi, populasi musuh alami dapat dipertahankan dengan
cara menanam tumbuhan atau tanaman yang menghasilkan pakan alternatif
(nektar dan serbuk sari) dan mengurangi penggunaan bahan-bahan yang
dapat meracun dan membunuh musuh alami.
Pada upaya augmentasi, pembiakan massal serangga adalah upaya yang
banyak dilakukan. Perlu dicatat, bahwa pembiakan massal adalah sebuah
upaya yang cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu cukup lama. Oleh
karena itu, pengendalian hayati kadang-kadang dianggap mahal di awal,
meskipun murah di akhir proses, terutama jika proses penekanan
organisme pengganggu oleh musuh alami berjalan dengan efektif.

Parasitoid telur, tawon Trichogramma sp. (sumber:
http://ampest.typepad.com)

Larva Chrysoperla carnea (foto: Erick Steinert, 2004)
Evaluasi kemapanan dan potensi dampak negatif musuh alami
Salah satu kelemahan dalam bidang pelaksanaan pengendalian hayati
adalah evaluasi terhadap (1) kemapanan atau adaptasi musuh alami, dan
(2) penilaian dampak negatif musuh alami. Evaluasi pertama dapat
dilakukan di lapangan dalam bentuk survei terhadap keberadaan sejak
pertama kali dilepaskan sampai dengan waktu tertentu, misalnya setahun
atau dua tahun. Evaluasi kedua dapat dilakukan baik di lapangan atau
di laboratorium, dan meliputi kajian sifat hubungan jenis musuh alami
yang dilepaskan dengan jenis musuh alami yang lain yang ada di
lapangan, terutama jenis-jenis lokal. Penelitian sederhana di
laboratorium cukup menarik dilakukan, misalnya dengan menggunakan uji
predasi atau IGP.
Kesimpulan
Meskipun pengendalian hayati dianggap (cukup) aman, bukan berarti cara
ini tanpa cacat. Kelemahan paling mendasar dari upaya pemanfaatan
musuh alami adalah (1) daya reproduksi musuh alami yang kalah cepat
dibandingkan organisme pengganggu, dan (2) ketahanan musuh alami
terhadap guncangan lingkungan yang lebih rendah daripada organisme
pengganggu. Oleh karena itu, pengendalian hayati hanya cocok untuk
kondisi ekosistem tertentu, yaitu tidak tercemar senyawa beracun,
cukup tumbuhan sebagai tempat reproduksi dan sumber pakan musuh alami,
dan populasi organisme pengganggu tidak jauh melebihi daya tekan musuh
alami (perbandingan proporsional).
PENGERTIAN DAN LINGKUP PENGENDALIAN HAYATI
Sejak istilah “pengendalian hayati” pertama kali digunakan oleh Harry
S. Smith pada 1919, banyak pengertian diberikan terhadap istilah
tersebut. Smith mula-mula memberikan pengertian kepada pengendalian
hayati sebagai penggunaan musuh alami yang diintroduksi maupun yang
dimanipulasi dari musuh alami setempat untuk mengendalikan serangga
hama. Dari sudut pandang praktis, pengendalian hayati dapat dibedakan
menjadi:
1) Introduksi musuh alami yang tidak terdapat di daerah yang
terinfestasi hama
2) Peningkatan secara buatan jumlah individu musuh alami yang telah
ada di wilayah yang terinfestasi hama dengan melakukan manipulasi
sehingga musuh alami yang ada dapat menimbulkan mortalitas yang lebih
tinggi terhadap hama.
Pengertian pengendalian alami yang diberikan oleh Smith tersebut
kemudian diperluas oleh P. de Bach pada 1964 dengan membedakan
pengendalian alami dan pengendalian hayati:
1) Pengendalian alami adalah upaya untuk menjaga populasi organisme
yang berfluktuasi dalam batas atas dan batas bawah selama suatu jangka
waktu tertentu melalui pengaruh faktor lingkungan abiotik maupun
biotik
2) Pengendalian hayati adalah kemampuan predator, parasitoid, maupun
patogen dalam menjaga padat populasi organisme lain lebih rendah
daripada padat populasi dalam keadaan tanpa kehadiran predator,
parasitoid, atau patogen.
De Bach membedakan pengendalian alami dari pengendalian hayati, tetapi
harus dicermati bahwa:
1) Tidak jelas perbedaan antara pengaruh faktor lingkungan biotik
dalam pengendalian alami dengan pengaruh predator, parasitoid, atau
parasit dalam pengendalian hayati
2) Pengendalian alami menurut de Bach juga mencakup pengaruh faktor
lingkungan abiotik
Pada 1962, Bosch dan kawan-kawan memodifikasi pengertian pengendalian
alami dan pengendalian hayati yang dikemukakan de Bach menjadi:
1) Pengendalian hayati alami (natural biological control) sebagai
pengendalian yang terjadi tanpa campur tangan manusia.
2) Pengendalian hayati terapan (applied biological control) sebagai
manipulasi musuh alami oleh manusia untuk mengendalikan hama.
Bosch dan kawan-kawan membedakan tiga kategori pengendalian hayati
terapan sebagai berikut:
1) Pengendalian hayati klasik melalui introduksi musuh alami untuk
mengendalikan hama
2) Augmentasi musuh alami melalui upaya untuk meningkatkan populasi
atau pengaruh menguntungkan yang diberikan oleh musuh alami
3) Konservasi musuh alami melalui upaya yang dilakukan dengan sengaja
untuk melindungi dan menjaga populasi musuh alami.
Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pengendalian hayati
diperluas menjadi mencakup faktor-faktor seperti ketahanan tanaman,
autosterilisasi, manipulasi genetik, pengendalian budidaya, dan bahkan
penggunaan pestisida generasi ketiga semacam zat pengatur tumbuh
serangga. Namun dalam perkembangan lebih lanjut, pengertian luas
tersebut kembali ditinggalkan dan yang digunakan adalah pengertian
menurut Bosch dan kawan-kawan dengan perubahan istilah pengendalian
hayati alami menjadi pengendalian alami (natural control) dan
pengendalian hayati terapan menjadi pengendalian hayati (biological
control). Weeden dan kawan-kawan dari Universitas Cornell, AS,
misalnya, memberikan pengendalian hayati sebagai penggunaan mahluk
hidup semacam predator, parasitoid, dan patogen dengan melibatkan
campur tangan manusia untuk mengendalikan hama, penyakit, dan gulma.
Universitas Negara Bagian Michigan, AS, memberikan pengertian yang
kurang lebih sama, yaitu upaya yang dilakukan manusia untuk
memanipulasi musuh alami yang terdiri atas predator, parasitoid,
patogen, dan pesaing hama (pest competitor) atau sumberdayanya untuk
mendukung pengendalian hama dalam arti luas
Pada 1987, Komisi Ilmu Pengetahuan, Keteknikan, dan Kebijakan Publik
(the Committee on Science, Engineering and Public Policy, COSEPUP)
dari Lembaga Ilmu Pengetahuan AS, Lembaga Keteknikan AS, dan Lembaga
Kedokteran AS menganjurkan penggunaan definisi luas pengendalian
hayati sebagai penggunaan organisme alami atau hasil rekayasa, gen,
atau hasil rekayasa gen untuk mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh organisme hama dan dampak positif yang ditimbulkan
oleh organisme bermanfaat seperti tanaman, pohon hutan, ternak, serta
serangga dan organisme bermanfaat lainnya. Definisi yang diperluas ini
ditolak oleh Divisi Pengendalian Hayati UCB karena tidak dapat
memberikan perbedaan yang jelas dengan metode pengendalian hama
lainnya dalam hal ciri utama pengendalian yang bersifat
self-sustaining tanpa harus diberikan masukan secara terus menerus dan
tergantung padat populasi dalam mekanismenya mengendalikan hama.
Divisi Pengendalian Hayati UCB mempertahankan pengertian pengendalian
hayati sebagaimana diberikan oleh DeBach sebagai kinerja parasitoid,
predator, atau patogen dalam menekan padat populasi organisme lain
pada taraf yang lebih rendah daripada tanpa kehadiran musuh alami
tersebut.
Pengertian pengendalian hayati yang digunakan dewasa ini dan mudah
diingat adalah yang diberikan oleh Midwest Institut for Biological
Control, AS, yang mendefinisikan pengendalian hayati sebagai tiga
kelompok yang masing-masing terdiri atas tiga unsur (three sets of
three). Ketiga kelompok yang dimaksudkan mencakup “siapa” (who), yaitu
musuh alami yang digunakan sebagai agen pengendali, “apa” (what),
yaitu tujuan pengendalian hayati, dan “bagaimana” (how), yaitu cara
musuh alami digunakan untuk mencapai tujuan pengendalian hayati.
Kelompok “siapa” terdiri atas unsur-unsur predator, parasitoid, dan
patogen, kelompok “apa“ terdiri atas unsur-unsur reduksi, prevensi,
dan penundaan, serta kelompok “bagaimana” terdiri atas unsur-unsur
importasi, augmentasi, dan konservasi. Sebagaimana akan diuraikan pada
bab-bab selanjutnya, pengertian three sets of three tersebut tentu
saja bukan merupakan harga mati, melainkan hanya untuk mempermudah
mengingat. Kelompok “apa” ternyata tidak hanya terdiri atas
unsur-unsur predator, parasitoid, dan patogen, tetapi juga pemakan
gulma (weed feeders) dalam pengendalian hayati gulma dan antagonis
dalam pengendalian hayati penyakit tumbuhan.
Lingkup Materi Kuliah Pengendalian Hayati
Sebelum mempelajari pengendalian hayati secara rinci sebagaimana akan
diuraikan pada bab-bab selanjutnya, terlebih dahulu perlu diperoleh
gambaran sekilas (overview) mengenai pengendalian hayati. Gambaran
sekilas tersebut diperlukan sebagai panduan untuk mengaitkan satu bab
dengan bab lain sehingga dengan mempelajari secara rinci bab demi bab,
gambaran utuh pengendalian hayati tidak menjadi kabur.
Pengendalian hayati yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya pada
dasarnya merupakan materi yang disajikan untuk memberikan kompetensi
dasar atau pengantar mengenai pengendalian hayati serangga hama,
patogen, dan gulma pertanian dalam konteks sebagai salah satu komponen
dari Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Untuk memudahkan pemahaman dan
mempertahankan keterkaitan antar topik, materi akan disajikan dalam
bab-bab yang dikelompokkan menjadi bagian-bagian:
1) Pendahuluan dan dasar-dasar ekologis, yang berisi bab-bab yang akan
menguraikan sejarah dan pengertian pengendalian hayati, dasar-dasar
dinamika populasi, dinamika interaksi predator-mangsa dan interaksi
parasitoid-inang, dan dinamika interaksi patogen-inang.
2) Pengenalan Agen Pengendali Hayati yang berisi bab-bab yang akan
menguraikan pengenalan predator, pengenalan parasitoid, pengenalan
patogen dan antagonis, serta pengenalan pemakan gulma.
3) Pengembangan dan penerapan pengendalian hayati yang berisi bab-bab
yang akan menguraikan prosedur pengembangan pengendalian hayati
klasik, prosedur pengembangan pestisida hayati, prosedur konservasi
musuh alami, serta penerapan dan evaluasi pengendalian hayati.
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian pengertian dan lingkup
pengendalian hayati, pengendalian hayati merupakan upaya manusia dalam
memanipulasi musuh alami untuk mengendalikan hama dalam arti luas. Ini
berarti bahwa pengendalian hayati merupakan tindakan manipulasi
ekosistem dalam kaitan dengan interaksi antara populasi musuh alami
dengan populasi hama yang menjadi sasarannya. Interaksi tersebut perlu
dipahami sebagai dasar memahami cara kerja pengendalian hayati secara
utuh.
Musuh alami mencakup seluruh mahluk hidup yang memanfaatkan mahluk
hidup lain untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Pengendalian alami
berkaitan dengan peranan musuh alami tersebut dalam menekan populasi
hama dalam arti luas sebagaimana adanya tanpa campur tangan manusia.
Musuh alami yang sama yang secara sengaja melalui importasi,
augmentasi, dan konservasi dimanfaatkan untuk mengendalikan hama
disebut agen pengendali hayati (biological control agent). Dalam
buku-buku teks berbahasa Indonesia mengenai pengendalian hayati,
istilah biological control agent diindonesiakan menjadi “agensia
pengendali hayati”. Namun pengindonesiaan istilah Inggris “agent”
menjadi “agensia” tidak sesuai dengan kaidah pembentukan istilah dalam
bahasa Indonesia (“president” diindonesiakan menjadi “presiden” dan
bukan “presidensia”, “antagonist” menjadi “antagonis” dan bukan
“antagonisia”). Istilah “agensi” juga tidak tepat karena dalam bahasa
Inggris kata “agency” mempunyai makna yang berbeda dengan kata “agent”
sebagaimana digunakan dalam istilah biological control agents. Oleh
karena itu, istilah yang selanjutnya akan digunakan untuk mengacu
kepada musuh alami yang digunakan secara sengaja untuk mengendalikan
hama dalam arti luas adalah agen pengendali hayati.
Sebagaimana telah diuraikan dalam sejarah pengendalian hayati,
pengendalian hayati pertama-tama digunakan terhadap binatang hama.
Dalam pengendalian binatang hama, agen pengendali yang lazim digunakan
terdiri atas predator, parasitoid, dan patogen sehingga komponen “apa”
dalam pengertian pengendalian hayati yang diberikan oleh Midwest
Institut for Biological Control hanya terdiri atas tiga unsur. Kini
pengendalian hayati telah dilakukan terhadap binatang hama, penyakit
tumbuhan, dan gulma sehingga tiga unsur tersebut harus diperluas
dengan antagonis dan pemakan gulma (weed feeder). Dengan pengendalian
hayati yang kini mencakup pengendalian binatang hama, penyakit
tumbuhan, dan gulma, agen pengendali hayati terdiri atas unsur-unsur:
1) Predator, yaitu mahluk hidup yang memakan mahluk hidup lain yang
lebih kecil atau lebih lemah dari dirinya. Mahluk hidup lain yang
dimakan oleh predator disebut mangsa (prey) dan proses pemakanannya
disebut predasi.
2) Parasitoid, yaitu mahluk hidup parasitik yang hidup di dalam atau
di permukaan tubuh dan pada akhirnya menyebabkan kematian mahluk lain
yang ditumpanginya. Mahluk lain yang ditumpangi parasitoid disebut
inang (host) dan proses interaksinya disebut parasitasi.
3) Patogen, yaitu mahluk hidup parasitik mikroskopik yang hidup di
dalam atau di permukaan tubuh dan pada akhirnya menyebabkan kematian
mahluk hidup lain yang diserangnya. Mahluk lain yang diserang patogen
disebut inang (host).
4) Antagonis, yaitu mahluk hidup mikroskopik yang dapat menimbulkan
pengaruh tidak menguntungkan bagi mahluk hidup lain melalui kerusakan
fisik, parasitasi, sekresi antibiotik, dan bentuk-bentuk penghambatan
lain seperti persaingan untuk memperoleh hara dan ruang tumbuh.
5) Pemakan gulma, yaitu mahluk hidup pemakan gulma tetapi tidak
mamakan tumbuhan lain yang bermanfaat.
Dalam buku-buku teks pengendalian hayati, sering juga digunakan
istilah “parasit” untuk mengacu kepada parasitoid. Dalam hal ini perlu
diperhatikan bahwa penggunaan parasit hanya untuk mengacu kepada
parasitoid dapat menimbulkan kebingungan karena ada parasit yang
merupakan patogen atau bahkan antagonis. Istilah “patogen” dalam
pengendalian hayati mencakup patogen terhadap binatang hama, terhadap
patogen penyebab penyakit tumbuhan, dan terhadap gulma.
Mengingat pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan mahluk
hidup lain untuk mengendalikan hama dalam arti luas maka banyak
kalangan menganggap pengendalian hayati sebagai metode pengendalian
yang sekali dilakukan maka akan berlangsung terus dengan sendirinya
sehingga biayanya murah. Dalam kenyataannya, pengertian murah dalam
pengendalian hayati bersifat sangat relatif dan kontekstual.
Meskipun demikian, pengendalian hayati memang memiliki sejumlah
kelebihan dibandingkan dengan metode pengendalian lainnya. Kelebihan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Dalam skala aplikasi oleh petani, pengendalian hayati (khususnya
pengendalian hayati klasik) merupakan metode pengendalian yang relatif
murah. Namun pengembangan pengendalian hayati pada umumnya klasik
memerlukan biaya dan sumberdaya lain dalam jumlah yang sangat besar.
2) Pengendalian hayati merupakan metode pengendalian yang aman bagi
lingkungan dan bagi kesehatan manusia. Pengendalian hayati aman bagi
lingkungan karena tidak berbahaya bagi mahluk hidup bukan sasaran
sehingga tidak menimbulkan resurgensi hama maupun ledakan hama kedua.
Pengendalian hayati aman bagi kesehatan manusia karena mahluk hidup
yang digunakan bukan merupakan mahluk hidup yang berbahaya bagi
kesehatan manusia.
3) Pengendalian hayati tidak mendorong terjadinya hama, patogen
penyakit tumbuhan, maupun gulma yang resisten seperti halnya yang
dapat terjadi dalam pengendalian kimiawi.
Selain kelebihan tersebut, pengendalian hayati juga mempunyai
keterbatasan. Keterbatasan yang penting adalah sebagai berikut:
1) Pengendalian hayati tidak mungkin dilakukan untuk mengeradikasi
hama sasarannya sebab kelangsungan hidup agen pengendali hayati,
khususnya pengendalian hayati klasik, tergantung pada ketersediaan
hama sasarannya sebagai bahan makanan bagi kelangsungan hidupnya
2) Efektivitas pengendalian hayati umumnya memerlukan waktu yang lama
dan bersifat relatif dalam kaitan dengan ambang ekonomi yang harus
ditetapkan terlebih dahulu.
3) Pengembangan pengendalian hayati merupakan pekerjaan yang
memerlukan dukungan sumberdaya yang besar dalam bentuk tenaga ahli,
fasilitas, dana, dan waktu tanpa ada jaminan keberhasilan.
Pengendalian hayati modern merupakan salah satu metode pengendalian
yang masih reltif baru. Sebagai metode pengendalian yang relatif masih
baru, penerapannya seringkali menghadapi banyak kendala, baik teknis
maupun non-teknis. Namun sebagai metode yang relatif masih baru,
pengendalian hayati merupakan metode pengendalian yang banyak
dibicarakan dan banyak tersedia sumberdayanya di internet. Hampir
seluruh universitas di AS menyediakan situs khusus mengenai
pengendalian hayati, selain juga situs yang disediakan oleh organisasi
pengendalian hayati. Situs-situs internet tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai sumber informasi tambahan untuk dapat lebih memahami segala
sesuatu yang berkaitan dengan pengendalian hayati.

  • ELENA DE LA MERCED SOPRANO É UN DOS NOMES
  • ROBIN A BOYLE GLOBAL SKILLS CONFERENCE – FEBRUARY 2008
  • CONVERT UNITS 1 CONVERT TO FEET 132 INCHES 2
  • MEETING MINUTES HAYES MEDICAL CENTRE PPG MEETING 11TH
  • PROIECT METODOLOGIA DE CALCUL AL COSTULUI NET DE FURNIZARE
  • v Endor’s Application County of Beaufort Email Addresses Purchasing
  • DLA TYCH KTÓRZY CHCĄ ROBIĆ W ŻYCIU COŚ POŻYTECZNEGO
  • RAPPORT ALTERNATIF RAPPORT DE LA SOCIÉTÉ CIVILE PRÉSENTÉ À
  • SOLICITUD DE VALORACIÓN EN FASE DE CONCURSO ESCALA AUXILIAR
  • THREE RIVERS DISTRICT COUNCIL AT A MEETING OF THE
  • KADIN HASTALIKLARI VE DOĞUM TC SÜLEYMAN DEMİREL ÜNİVERSİTESİ TIP
  • CALDER CENTRE 2003 ARLINGTON AVENUE SASKATOON SK CANADA S7J
  • İSTANBUL ÜNİVERSİTESİ MBA PROGRAMLARI HAKKINDA SIKÇA SORULAN SORULAR PROGRAMI
  • ACCESO A MEDICAMENTOS Y DERECHO A LA SALUD CUESTIONARIO
  • INTEGRACIÓN DE VARIABLES DEL TRANSPORTE EN EL DESARROLLO CONCURRENTE
  • ACCESIBILIDAD EN LOS PORTALES UNIVERSITARIOS LA ACCESIBILIDAD DE LOS
  • 2 SAN MARINO DECLARATION FINAL DECLARATION OF THE
  • PRIMEROS ESTATUTOS DE LA SOCIEDAD CANARIA ISAAC NEWTON DE
  • BARBARA ROSWITHA GERTRAUD ANNELIESE EGZORCYZMY ANNELIESE MICHEL ZŁO W
  • KLINIČKI BOLNIČKI CENTAR R I J E K A
  • SOTONINA ZBORNICA OVIH DANA PROUČAVAM OTKRIVENJE I ZAPAZIO
  • P ÁGINA 18 DE 18 VÍDEOLUPA PARA BAJA VISIÓN
  • SEPTEMBER 2019 – PRACTICAL GEOMETRY IDLANDPALUCH MONDAY TUESDAY
  • 11 PATVIRTINTA LIETUVOS ŽUVININKYSTĖS SEKTORIAUS 2014–2020 METŲ VEIKSMŲ
  • UMOWA ZLECENIA NR SYMBOL PRACY ZAWARTA W DNIU
  • PUBLIC 6 MONTHLY FORMAL VISUAL INSPECTION CHECKLIST FOR ELECTRICAL
  • ZAŁĄCZNIK NR 1 WYKAZ CZASOPISM ZAGRANICZNYCH DO PRENUMERATY W
  • MALAX KOMMUN MAALAHDEN KUNTA MK2580005012019 FÖRLÄNGNING AV CYKELVÄGEN FRÅN
  • ESTADO DO RIO GRANDE DO SUL EMPENHOS EMITIDOS 14
  • ENRIQUECERSE HASTA LÍMITES OBSCENOS DROGARSE O DAÑAR EL MEDIO